Sabtu, 16 Juli 2011

Belajar Dari Pak Tarjo

“Srooot…srott…srott..srooooot”

Ahh….itu suara alat penyerut kayu yang sedang digunakan Pak Tarjo.  Mengalihkan perhatianku yang kebetulan sedang duduk tak jauh dari situ.  Lantai berserakan serutan – serutan kayu, terus saja bertambah karena Pak Tarjo belum berhenti menyerut.

Pak Tarjo menyerut kayu dan aku terpaku pada prosesnya. Permukaan kayu yang semula kasar, perlahan dan hati – hati diseruti hingga bersisa permukaan yang  lebih halus. Begitulah yang namanya proses penyerutan. Seperti yang aku kutip dari Semua Tentang Kayu bahwa penyerutan prinsipnya adalah membersihkan permukaan kayu dari cacat / cuttermark dan meratakan permukaan kayu sehingga seluruh permukaan sama tinggi dan membuat keempat sisi kayu bersudut 90 derajat.

 Lamunanku pun terbang. Teringat akan berbagai peristiwa hidup.

 Hmmmmppffhht……

Aku menghela nafas.

Mungkin seperti itukah maksud Tuhan pada kita umatNya terutama saat manusia sedang ditimpa uji dan coba? Tuhan bagai sedang menyeruti hambaNya dengan tiap uji dan coba yang kadang terasa tidak menyenangkan hingga bahkan darah dan airmata terberai bagai serutan kayu berserakan memberantaki lantai……. Namun akhirnya pada kayu hanya halus rupa yang bersisa, seperti itu pulalah yang terjadi pada manusia atas kehendakNya ?


***

“Sroot…srott….sroot !”
Ahh….suara alat penyerut kayu yang sedang digunakan Pak Tarjo membuatku tersadar dari lamunan.
Kini, ganti Pak Tarjo yang menjadi pusat perhatianku.

Pria berusia menjelang 40 tahun ini memiliki perawakan tubuh yang tinggi dalam balutan kulit sawo matangnya. Tutur katanya halus, dengan volume suara yang selalu lembut. Profesinya ? Pekerja Serabutan : "Serabut sana, serabut sini ... apa saja asalkan halal dan menghasilkan" begitu katanya. Jadi, tak usah heran jika pada satu waktu ia tampak sedang mengecat tembok rumah seseorang di bilangan Jakarta, di waktu lain ia sudah melesat ke seberang pulau karena seseorang menyewa jasanya untuk mengangkuti tiang- tiang besi yang beratnya bisa berkilo - kilo itu dan merangkainya bersama teman - temannya yang lain menjadi sebuah tenda. Beberapa minggu kemudian, ia sudah kembali lagi ke Jakarta berada di sela - sela belukar dan rerumputan pada sebuah taman milik seseorang hanya untuk membersihkan bangkai tikus beraroma menyengat. Detik berikutnya ia sudah "terbang" lagi ke atas sebuah rumah lain membetulkan atap yang bocor.

Aktivitasnya menyeruti kayu di siang hari itu, diawali oleh satu episode yang membuat kami sekeluarga mengelus dada .

Bagaimana tidak ?

Di siang hari yang sangat terik itu, ketika sang surya tak lagi malu menampakkan sinarnya, Pak Tarjo diam - diam berjalan perlahan sambil memanggul 2 batang kayu sekaligus di atas pundaknya, masing - masing kayu berukuran panjang sekitar 3 atau 4 meter. Ia terus saja berjalan, tak peduli peluh yang menderas, tak digubris dahaga yang memuncak, ia hanya terfokus untuk memanggul batangan kayu tersebut dengan sangat hati- hati agar jangan sampai mengenai orang lain atau kendaraan yang lalu lalang di pinggir jalan raya yang ramai itu. Tujuannya adalah menuju rumah keluarga kami yang berjarak 2,5 km dari tempatnya membeli batangan kayu tersebut, padahal kami sekeluarga tak ada yang menyuruhnya berjalan kaki. Kebetulan, siang itu tak tampak 1 pun becak yang lewat / mangkal, dan gerobak si tukang kayu sedang dipakai mengantar kayu pesanan, begitu alasannya ketika ia kami tanya. Pak Tarjo tak mau membuang waktu menunggu, lantas diangkat & dipanggulnya sendiri kedua kayu tadi, sekaligus ! Pastinya dengan bobot total yang cukup dapat membuat punggung berteriak : "nyeri !" seandainya punggung dapat berbicara.

 Ahh… Pak Tarjo !

Siapakah Pak Tarjo 9 tahun silam ?

Menelusur lagi jejaknya di tahun 2001, ternyata Pak Tarjo adalah seorang mantan penikmat sakit yang dititipkan AllahSWT padanya. Kedua kakinya secara tiba - tiba saja mengalami kelumpuhan, tanpa ia pernah tahu apa penyebabnya karena tak ada kesempatan untuk mencari tahu, pengobatan medis tak mampu ia jalani, kursi roda pun tak mampu ia beli, malangnya Pak Tarjo : lagi - lagi terbentur masalah finansial. Yang dilakukan Pak Tarjo hanyalah menikmati kehidupannya di atas tempat tidur berkasur tipisnya. Jika ia merasa jenuh, dengan teramat susah payah sambil dibantu keluarganya, ia mencoba turun dari tempat tidurnya, "merayap" di lantai dan melihat dunia luar melalui teras rumah Pamannya. Telah kenyang dirinya dicacimaki para tetangga kanan & kiri dengan berbagai julukan. Tapi Subhanallah ! Kesabarannya ternyata berbuah manis. 3 tahun hidup dalam gelimpangan derita, AllahSWT pun memberinya mukjizat kesembuhan hingga ia menjadi Pak Tarjo yang sekarang ini, dengan tubuh tegap dan kekarnya, tak menyisakan sedikitpun guratan derita yang pernah dialaminya bertahun - tahun silam. Ketika ditanya mengapa ia masih berani bekerja sekeras itu, bahkan dengan mengambil resiko memanggul beban - beban berat setelah apa yang terjadi padanya tempo dulu ? Bukan jawaban "karena tak ada pilihan lain" yang terdengar, melainkan : "aku harus mensyukuri kesembuhanku, atas harta berharga yang masih kumiliki : Istri & Anak - anakku dan menafkahi mereka semampu yang kubisa adalah wujud syukurku." itu jawaban yang dituturnya.

Siang itu, aku terpaku saja melihat sosoknya menyeruti kayu.

Sosok yang selalu mengingatkanku untuk terus bersyukur atas apapun pemberian Illahi…apapun.

Foto diambil dari Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar