Kamis, 14 Juli 2011

Terinspirasi Darinya, Seorang Penjaja Kerupuk Ikan

“Krupppuk !  kruppuk rasa ikan...kruppppuk gurih… kruppuk lezat… ”

Pukul 09.30 pagi.
Ah! Si Bapak penjaja kerupuk itu lewat depan rumah. Setiap hari suaranya selalu dinanti, dengan nadanya yang khas menjajakan bertumpuk kerupuk di atas pikulannya. 
Untuk satu bungkus kerupuk, isi 10 buah dihargai Rp 5.000. Sedikit lebih mahal memang bila dibanding harga kerupuk sejenis di pasar tradisional. 

Foto diambil dari vendworld.blogspot.com

“Kriyuk !” pada gigitan pertama.
“Renyah dan gurih betul rasanya” 


“Kriyuk ! ” pada gigitan kedua.
“Rasa ikannya terasa sekali”


“Kriyuk…kriyuk !!” pada gigitan-gigitan selanjutnya
Ingatan lantas menerawang. Padanya si Bapak penjaja kerupuk. 


Usianya mungkin sekitar 35 -40 tahun. Secara fisik, tubuhnya tegap dan terlihat sehat. Ia selalu tampak rapi dengan kemeja dimasukkan dalam celana panjangnya. Ikat pinggang tampak melingkari pinggangnya. Untuk sedikit melindunginya dari panas sengatan matahari, atau rintik air hujan, tak lupa ia kenakan sebuah topi. Sebagai sentuhan terakhir, kacamata hitam pun ia kenakan. Trendy sekali si Bapak :-)
Sebuah tiang gantungan baju, ia ubah fungsinya menjadi sebuah tiang penggantung krupuk – krupuk dagangannya. Pada tiang itu, tampak menempel sebuah alat pengeras suara, yang dapat membantunya menjajakan dagangan hingga ia tak perlu berteriak susah payah. 


“Krupppuk ! krupppuk ! kruppuk gurih… kruppuk lezat… rasa ikan” seperti itulah si Bapak menawarkan dagagannya, sambil memanggul tiang tersebut di atas bahunya. Perlahan, setapak demi setapak ia melangkahkan kakinya di tepi jalan, kadang malah terlihat terlalu ke tepi hingga ia dan dagangannya tak jarang terperosok jatuh gara – gara menabrak sebatang pohon. Dalam payahnya, ia kembali bangkit, dibantu beberapa orang yang bersimpati padanya, memanggul kembali dagangannya, mengucapkan terima kasih pada yang telah membantunya, lantas kembali berjalan dan menjaja krupuk – krupuknya sepanjang hari.


Jika ada pembeli memanggil, dengan senyum ia layani sepenuh hati. Saat pembeli menyerahkannya selembar uang Rp 20.000 untuk sebungkus krupuk seharga Rp 5.000, dengan lihai ia kembalikan sisanya Rp 15.000. **Tak kurang dan tak lebih**


Jika waktu shalat memanggil, tak pernah alpa ia langkahkan kaki menuju masjid terdekat. Ia serahkan beberapa menit waktunya untuk khusyuk menunaikan shalat. Setelahnya, sering ia tampak duduk di tangga masjid, mungkin juga sembari beristirahat sejenak, ia jajakan krupuk – krupuk dagangannya pada tiap jamaah yang lewat di hadapannya.


Jika lelah tubuh terasa, dan kantuk mulai menerpa, ia pun tanpa ragu berhenti di emperan sebuah toko atau bank untuk ”numpang” tidur. Beberapa menit kemudian ia sudah tampak pulas tertidur duduk sambil memeluk krupuk – krupuk dagangannya. 
Tiba – tiba saja ia terbangun karena telepon genggam di sakunya bergetar, ternyata ada sebuah pesan singkat yang masuk. Seseorang yang kebetulan sedang duduk di sebelahnya menawarkan bantuan untuk membacakan pesan singkat tersebut. Dengan senyum, si Bapak tuna netra ini berujar, ”Terima kasih...Alhamdulillah hp saya bisa bicara”. Dan betul saja, dengan lihai, ia tampak menekan – nekan tombol di telepon selulernya. Setiap ditekan, maka akan terdengar sebuah suara, dan dari petunjuk suara itulah si Bapak dapat menggunakan ponselnya tanpa kesulitan sedikitpun. Begitu juga saat sebuah suara terdengar dari ponselnya, sebuah suara menyuarakan pesan singkatnya.

***


Lamunanku buyar, seiring dengan habisnya sebuah krupuk yang kumakan.

Dari segigit demi segigit krupuknya, selain gurih dan renyah rasanya, terasa pula SEMANGAT si Bapak. Meski dunianya, maaf, gelap gulita.... meski tak setitik pun cahaya bisa ia lihat...Di balik kacamata hitamnya, dunianya tetap saja berputar, dunia baginya tetap saja indah, terpancar dari senyum tulus yang senantiasa tersungging di bibirnya. 

Dalam gelap dan hitam dunianya, meski indera penglihatnya tak berfungsi tapi tak membuat mata hatinya mati karena ia memang tak pernah membiarkannya untuk mati. Ia selalu ingat AllahSWT, Tuhan Sang Maha Pencipta. 



Gambar diambil dari m.ngerumpi.com

Hari demi hari, ia lalui tanpa alpa bekerja. Terus dan terus menawarkan krupuknya, dengan langkah yang tak pernah terlihat ragu, ia terus berjuang karena baginya hidup adalah ibadah, harus diwarnai dengan perjuangan. Begitulah ia, bahkan untuk melangkah satu tapak pun baginya adalah perjuangan, menapak dalam gulita sambil memanggul tiang dengan krupuk - krupuk bergelantungan yang bebannya juga pasti cukup berat, resiko jatuh atau tertabrak pun tak gentar ia hadapi, tapi toh tak buyarkan niatnya untuk terus memperjuangkan sesuap nasi karena baginya tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. 

Untuk perjuangan yang penuh SEMANGAT itu....sungguh, aku salut !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar