Sabtu, 24 September 2011

Tentang Buku "Long Distance Friendship"

Siang itu, aku sedang asyik berkutat diantara seikat daun bayam, sebatang jagung, seplastik tahu putih mentah,  bersiung – siung bawang merah dan bawang putih dalam dapur mungil rumah orang tuaku,tiba – tiba Nika, asisten kami menyeruku : “Mbak……ada kiriman”

Pisau dapur lantas kuletakkan begitu saja di atas meja. Berdiri lalu kuhampiri Nika yang tengah berjalan dari arah ruang tamu sembari membawa sebuah kardus kecil yang tampak lumayan berbobot.

“Dari siapa mba ?”

Melihat mataku yang tengah sibuk membaca nama pengirimnya, Nika lantas tak menjawab tanyaku.
Kubaca tulisan dengan spidol warna hitam di salah satu sisi kardus tersebut. Pengirim : Abrar Rifai.

“Alhamdulillaah…. ! ” Spontan aku berseru.

Aku memang telah lama menanti datangnya kiriman ini.  Pekerjaan di dapur kulupakan sejenak. Segera kuambil alih kardus dari tangan Nika, dan bergegas menuju kamar. Kuletakkan kardus tersebut di atas tempat tidurku. Dengan bantuan sebuah gunting, perlahan kubuka bungkusan kardus itu dan………. TADAA !

“Alhamdulillaah…….ini nih hadiah yang dijanjikan untukku beberapa waktu lalu : 6 buah buku !” aku berseru girang dalam hati. Dan diantara ke – 6 buah buku tersebut, mataku langsung saja tertuju pada sebuah buku yang saat kubaca judulnya, hatiku kontan berdesir : “Long Distance Friendship, Abrar, Fiani, dkk”


“Alhamdulillaah…..” dengan mata berkaca – kaca kuambil buku itu. Perlahan sekali kubuka sampul plastik yang masih membungkusnya dengan begitu rapat. “369 halaman…..hmm, tebal juga” gumamku sendiri.
Kubuka halaman demi halamannya, hingga tiba pada halaman pengantar :

Bilakah keindahan rasa ini akan sampai
Sedangkan jarak memisah raga
Namun kebutaan cinta pada jauhnya kita
Menampik setiap ragu tuk terus menyayangmu
Sejauh jiwaku memandang
Maka kutemukan nyaman di ruang ini
Meski belum sanggup kucapai ruang dekapmu
Namun peduliku pada ranah cinta kita
Menyisa asa untuk terus melukis doa di dinding langit
Sepucuk pinta bagi sebuah jumpa
Hingga dapat kucurah kata meski diam
Dan mampu kuraih jabatmu
Dan kutemukan dunia lain di wujud senyummu
Kepada manusia… yang terus kucinta…
Sahabatku Fillah…
Kejabaiban rasa ini …memenjaraku bersama senandung doaku
Duhai kau, kecantikan hati yang membelengguku
Izinkan kusanding kesederhanaannmu, dengan kebiasaanku yang sangat biasa….
(dikutip dari Long Distance Friendship, Abrar, Fiani, dkk, halaman iii, bab Pengantar)

“Hikssss…kutipan itu menerbangkan lamunanku padamu Mba…” ujarku dalam hati.

Lagi, kubuka satu per satu halaman buku itu. Sebenarnya segera ingin kuluangkan waktu berbaring di atas sofa atau tempat tidur di kamarku melahap habis setiap kisah indah yang termuat di dalamnya. Sayangnya, aku masih memiliki tugas yang menantiku dengan sabar di dapur : memasak untuk keluarga....hmmm..lebih tepatnya sih : belajar masak demi keluarga...hehe

Baiklah, apa boleh buat……..

Tapi paling tidak, ijinkan aku sejenak saja mengintip tulisan kecil yang termuat di buku ini.

Dengan sedikit tak sabar terus kutelusuri halaman per halamannya, hingga ketika tiba pada halaman 162 dan kubaca judul ini : “Tuhan, Aku Mencintainya Karena Mu”

Mataku berkaca – kaca sambil kubisikkan sebuah nama perlahan : “Mba Betris…..ada kisah kita termuat di dalamnya.”

Entah mengapa, namun pada pertengahan Februari lalu, hanya nama itu yang terlintas di benakku saat seorang kawan menawariku ikut lomba menulis bertema “Long Distance Friendship (LDF)”. Tema yang kemudian juga diangkat menjadi judul buku yang Alhamdulillaah kini telah diterbitkan oleh penerbit Leutika Prio.

Aku teringat, saat di bulan Februari, ketika waktuku tak banyak untuk menyelesaikan kisah LDF yang beberapa saat lagi habis masa tenggatnya kala itu, semangat itu lagi – lagi mendorongku untuk segera menyelesaikan kisah ini. Hingga, meski aku sempat nyaris tak tidur pula semalaman…. Alhamdulillaah…..aku berhasil menyelesaikannya. Kutunaikan pula persyaratannya untuk memberi tautan pada 30 orang teman di ranah facebook termasuk kepada dua orang juri-nya : Bapak Abrar Rifai & Ibu Fiani Gee.

“Alhamdulillaah…..Done! selesai tugasku”  demikian ujarku kala itu.

Sedikitpun tak ada niat untukku menjadi pemenang. Yang kumau hanya satu, yakni menyuarakan kisah kami pada dunia, atau minimal aku hendak membingkainya dalam sebuah prasasti meski berbentuk selembar saja tulisan sederhana agar ke-4 buah hati sahabatku bisa turut membaca betapa hebat ibu mereka bagi seorang sahabatnya, yakni aku.

Siapa yang menyangka, bahwa pada hari ke-23 di bulan Maret 2011, pada pukul 19.50 malam aku membaca pengumuman yang ditautkan pada dinding beranda facebook-ku :”Pemenang LDF” dan “Alhamdulillaah, namaku berada di urutan pertama!” Mataku berkaca – kaca, hatiku bergetar dan kedua tanganku gemetar. Seolah tak percaya, namun inilah kenyataan.  “Alhamdulillaah….terimakasih ya Rabb.”

 Kubayangkan pula dirinya sedang tersenyum nun jauh di sana…

Airmata sontak meleleh, teringatku akan kisah kami…..sepenggal kisah yang termuat dalam buku antologi : Long Distance Friendship. Selembar kisah yang mengukirkan betapa : “menjadi temanmu adalah indah, Mba Betrianis."
Harapan sama yang semoga pula mewarnai hati setiap yang membaca kisah demi kisah dalam buku ini bahwa persahabatan, bahkan yang terjadi di dunia maya sekalipun bisa terasa demikian indahnya”
***

“Mba…itu bayamnya mau dipetikin kan ?” Suara Nika membuyarkan lamunanku.
Ahh iya…aku masih ada tugas menanti di dapur.
“Iya Mba….sebentar ya….” Bergegas kututup halaman buku, lalu kuletakkan bersama ke-5 buku lainnya di atas meja di kamarku. Aku menuju dapur, kembali pada proyekku semula : belajar memasak Bening Bayam Jagung dan Tahu Memar. Tapi kini dengan percikan semangat baru, sepercik semangat yang tak pernah padam darinya mendiang sahabat : almarhumah Betrianis
***

Ingin membaca kisah selengkapnya ?

Hiyuk silakan pesan :
Judul Buku : Long Distance Friendship
Penulis : Abrar, Fiani, dkk
Tebal : 366 hlmn
Harga : Rp 67.700
ISBN : 978-602-225-014 - 2
Penerbit : Leutika Publisher Dua

Sinopsis :
Buku ini memuat kisah - kisah nyata persahabatan di dunia maya. Persahabatan yang terasa nyata, walau tak pernah bersua secara wujud dalam kenyataan. Banyak orang yang menganggap bahwa pertemanan di internet melalui situs jejaring sosial seperti FB, Twitter, Multiply dan lainnya, hanyalah pertemanan semu yang tak pernah akan menjadi nyata dalam kehidupan.

Buku ini menjawab ketidakyakinan tersebut. Betapa para penulis dlm buku ini menceritakan tentang keakraban mereka dengan teman - teman mayanya. Berbagai kemanfaatan mereka dapat dari teman – teman yang hanya bisa mereka lihat di layar komputer, silaturahim lewat status, tweet atau ngobrol di ruang chat. Saling mengirim hadiah, menasihati satu sama lain, memadu kasih, bahkan ada yang sampai mengubah keyakinan beragamanya. Setiap alur menjadi bukti pertemanan mereka. Tiap tulisan telah mengungkapkan bahwa satu nama, telah menempati satu hati nun jauh di luar kota, pulau, bahkan luar negeri. Membuat setiap cerita menjadi luar biasa.

Penasaran???

Ayo silakan pesan ! :-)

Buku ini bisa dipesan sekarang via website : www.leutikaprio.com, atau inbox di FB Leutika Publisher Dua dengan subjek : PESAN BUKU, atau bisa juga SMS ke 0821 38 388 988. Untuk pembelian minimal Rp 90.000, GRATIS ONGKIR SELURUH INDONESIA.

Kamis, 21 Juli 2011

I Love You...


Pernahkah Anda bereksperimen dengan 3 kata I-LOVE-YOU ini pada pasangan Anda ? 
(Haduuh, sebetulnya, aku kurang suka dengan kata "bereksperimen" di atas, seolah pasangan kita adalah kelinci percobaan. Tapi, sungguh deh, aku gak tahu lagi padanan kata lain yang sesuai untuk mengungkapkannya.......dan sungguh, bukan...bukan maksudku untuk menjadikan pasangan kita sebagai kelinci percobaan)

 Hanya saja aku ingin bercerita bahwa aku pernah melakukan ini.....

Pada Selasa malam di tahun 2009, pukul 20.30. Ketika aku terbenam dalam kesendirianku di kamar ditemani suara radio kesayanganku, WomanRadio 94.3FM Jakarta dan ketika penyiar favoritku Mas Sigit Risat bersuara “Baiklah para pendengar setia dimanapun Anda berada .. sekarang saatnya saya akan mengajak Anda melakukan sesuatu pada pasangan Anda. Silakan ambil HP Anda dan tunggu beberapa saat hingga saya memberikan aba – aba selanjutnya.”

HP ku kebetulan tergeletak tepat di hadapanku, tapi aku tidak berminat untuk menggenggamnya dan menuruti aba – aba dari sang penyiar hingga kemudian kudengar, “OK … HP kini ada di tangan Anda, Sekarang coba ketikkan “ I LOVE YOU” dan segera kirim SMS tersebut ke pasangan Anda. Tidak perlu Anda tambahkan lagi dengan kata – kata lain. Kaku ? Biarkan saja....Nanti akan kita lihat bersama – sama seberapa dahsyatnya 3 kata itu bagi hubungan Anda dan pasangan.”

Sepertinya menarik juga, demikian hatiku berkata. 

Akhirnya, kuraih HP di atas meja di hadapanku. Kuketikkan kata I LOVE YOU, semuanya dengan huruf besar. “Jika sudah selesai Anda ketikkan, segera kirimkan sms tersebut untuk pasangan Anda.” Demikian suara sang penyiar kembali berujar.

Aku sudah selesai mengetikkan SMSku, segera saja kutekan tombol SEND dan terkirimlah SMS ku ke nomor Suamiku. Belum sampai 5 menit tiba – tiba :

Gambar diambil dari Google


“ Asiiiiiiiiiiiiiiikkkk … I LOVE YOU TOO HONEY !”

Secepat itukah balasannya?

Subhanallah !

Satu menit kemudian, Suamiku bahkan meneleponku balik. Selain sms cinta yang ia balas kirim untukku, ternyata ia juga ungkapkan kata cintanya secara langsung melalui teleponnya !!!

Apa reaksiku ?

Ketika itu aku menangis.

I LOVE YOU yang kukirim, ternyata membuatnya begitu bahagia, aku tahu pasti begitu mendengar nada suaranya. Tiga kata dahsyat tersebut membuatku menitikkan air mata. Seolah tersadar, bahwa selama ini aku - amat -  sangat - jarang mengungkapkan perasaanku pada suami. Setiap detik sms yang kukirim seringnya berbunyi : “Mas tolong ini … Mas, bisa bantu aku enggak ? … Mas tolong itu … Mas keberatan enggak kalo begini … “ Semua sms yang kukirimkan hanyalah berupa P-E-R-M-I-N-T-A-A-N, pun suamiku tak pernah keberatan. Bahkan pernah pula, suatu saat suami meneleponku namun apa yang kukatakan padanya ? “Sebentar ya Sayang, nanti kutelepon lagi, masih tanggung nih !!“ Kemudian kuakhiri telepon darinya, untuk kulanjutkan lagi pekerjaanku kala itu. Ckckckckck...... Setelah waktuku luang, dan kutelepon balik suamiku, tentunya diiringi permintaan maafku padanya, sedikitpun suamiku tak pernah marah padaku.

Waktu itu aku dengar beberapa pendengar mengungkapkan betapa mereka sedih dan kecewa karena pasangan mereka malam itu telah tertidur pulas karena lelah setelah seharian bekerja, sehingga mereka tak tahu bagaimana reaksinya. Bahkan ada salah seorang pendengar yang mendapat reaksi seperti ini dari pasangannya :”Kamu kenapa sih Mam? Kok tumben ngirim mesej I LOVE YOU buat aku. Lagi demam ya badanmu, mau tumbuh gigi kali !!!”. 

Apa yang kudapat dari suamiku harusnya kusyukuri.

Tiga kata “I LOVE YOU” kembali menyadarkan diriku. Hellooo! Alhamdulillaah, ku punya seorang pria setia yang selalu ada di sisiku yang akan merasa teramat bahagia manakala kuucapkan I LOVE YOU untuknya.  Tiga kata dahsyat itu sanggup menyadarkan betapa egoisnya aku selama ini terhadap suamiku, pasangan hidupku. Tiga kata tersebut memang simple, hanya terdiri atas 8 huruf, bila ku ketik 8 huruf tersebut melalui HPku maka tak akan menghabiskan waktu 1 menit, dan bila ku ucap 3 kata tersebut langsung dari bibirku maka tak akan menghabiskan waktu 5 detik. Namun mengapa jarang sekali kuhadiahkan 3 kata tersebut untuk pasangan jiwaku? 

MAAFKAN AKU YA SAYANG......
***





Sabtu, 16 Juli 2011

Belajar Dari Pak Tarjo

“Srooot…srott…srott..srooooot”

Ahh….itu suara alat penyerut kayu yang sedang digunakan Pak Tarjo.  Mengalihkan perhatianku yang kebetulan sedang duduk tak jauh dari situ.  Lantai berserakan serutan – serutan kayu, terus saja bertambah karena Pak Tarjo belum berhenti menyerut.

Pak Tarjo menyerut kayu dan aku terpaku pada prosesnya. Permukaan kayu yang semula kasar, perlahan dan hati – hati diseruti hingga bersisa permukaan yang  lebih halus. Begitulah yang namanya proses penyerutan. Seperti yang aku kutip dari Semua Tentang Kayu bahwa penyerutan prinsipnya adalah membersihkan permukaan kayu dari cacat / cuttermark dan meratakan permukaan kayu sehingga seluruh permukaan sama tinggi dan membuat keempat sisi kayu bersudut 90 derajat.

 Lamunanku pun terbang. Teringat akan berbagai peristiwa hidup.

 Hmmmmppffhht……

Aku menghela nafas.

Mungkin seperti itukah maksud Tuhan pada kita umatNya terutama saat manusia sedang ditimpa uji dan coba? Tuhan bagai sedang menyeruti hambaNya dengan tiap uji dan coba yang kadang terasa tidak menyenangkan hingga bahkan darah dan airmata terberai bagai serutan kayu berserakan memberantaki lantai……. Namun akhirnya pada kayu hanya halus rupa yang bersisa, seperti itu pulalah yang terjadi pada manusia atas kehendakNya ?


***

“Sroot…srott….sroot !”
Ahh….suara alat penyerut kayu yang sedang digunakan Pak Tarjo membuatku tersadar dari lamunan.
Kini, ganti Pak Tarjo yang menjadi pusat perhatianku.

Pria berusia menjelang 40 tahun ini memiliki perawakan tubuh yang tinggi dalam balutan kulit sawo matangnya. Tutur katanya halus, dengan volume suara yang selalu lembut. Profesinya ? Pekerja Serabutan : "Serabut sana, serabut sini ... apa saja asalkan halal dan menghasilkan" begitu katanya. Jadi, tak usah heran jika pada satu waktu ia tampak sedang mengecat tembok rumah seseorang di bilangan Jakarta, di waktu lain ia sudah melesat ke seberang pulau karena seseorang menyewa jasanya untuk mengangkuti tiang- tiang besi yang beratnya bisa berkilo - kilo itu dan merangkainya bersama teman - temannya yang lain menjadi sebuah tenda. Beberapa minggu kemudian, ia sudah kembali lagi ke Jakarta berada di sela - sela belukar dan rerumputan pada sebuah taman milik seseorang hanya untuk membersihkan bangkai tikus beraroma menyengat. Detik berikutnya ia sudah "terbang" lagi ke atas sebuah rumah lain membetulkan atap yang bocor.

Aktivitasnya menyeruti kayu di siang hari itu, diawali oleh satu episode yang membuat kami sekeluarga mengelus dada .

Bagaimana tidak ?

Di siang hari yang sangat terik itu, ketika sang surya tak lagi malu menampakkan sinarnya, Pak Tarjo diam - diam berjalan perlahan sambil memanggul 2 batang kayu sekaligus di atas pundaknya, masing - masing kayu berukuran panjang sekitar 3 atau 4 meter. Ia terus saja berjalan, tak peduli peluh yang menderas, tak digubris dahaga yang memuncak, ia hanya terfokus untuk memanggul batangan kayu tersebut dengan sangat hati- hati agar jangan sampai mengenai orang lain atau kendaraan yang lalu lalang di pinggir jalan raya yang ramai itu. Tujuannya adalah menuju rumah keluarga kami yang berjarak 2,5 km dari tempatnya membeli batangan kayu tersebut, padahal kami sekeluarga tak ada yang menyuruhnya berjalan kaki. Kebetulan, siang itu tak tampak 1 pun becak yang lewat / mangkal, dan gerobak si tukang kayu sedang dipakai mengantar kayu pesanan, begitu alasannya ketika ia kami tanya. Pak Tarjo tak mau membuang waktu menunggu, lantas diangkat & dipanggulnya sendiri kedua kayu tadi, sekaligus ! Pastinya dengan bobot total yang cukup dapat membuat punggung berteriak : "nyeri !" seandainya punggung dapat berbicara.

 Ahh… Pak Tarjo !

Siapakah Pak Tarjo 9 tahun silam ?

Menelusur lagi jejaknya di tahun 2001, ternyata Pak Tarjo adalah seorang mantan penikmat sakit yang dititipkan AllahSWT padanya. Kedua kakinya secara tiba - tiba saja mengalami kelumpuhan, tanpa ia pernah tahu apa penyebabnya karena tak ada kesempatan untuk mencari tahu, pengobatan medis tak mampu ia jalani, kursi roda pun tak mampu ia beli, malangnya Pak Tarjo : lagi - lagi terbentur masalah finansial. Yang dilakukan Pak Tarjo hanyalah menikmati kehidupannya di atas tempat tidur berkasur tipisnya. Jika ia merasa jenuh, dengan teramat susah payah sambil dibantu keluarganya, ia mencoba turun dari tempat tidurnya, "merayap" di lantai dan melihat dunia luar melalui teras rumah Pamannya. Telah kenyang dirinya dicacimaki para tetangga kanan & kiri dengan berbagai julukan. Tapi Subhanallah ! Kesabarannya ternyata berbuah manis. 3 tahun hidup dalam gelimpangan derita, AllahSWT pun memberinya mukjizat kesembuhan hingga ia menjadi Pak Tarjo yang sekarang ini, dengan tubuh tegap dan kekarnya, tak menyisakan sedikitpun guratan derita yang pernah dialaminya bertahun - tahun silam. Ketika ditanya mengapa ia masih berani bekerja sekeras itu, bahkan dengan mengambil resiko memanggul beban - beban berat setelah apa yang terjadi padanya tempo dulu ? Bukan jawaban "karena tak ada pilihan lain" yang terdengar, melainkan : "aku harus mensyukuri kesembuhanku, atas harta berharga yang masih kumiliki : Istri & Anak - anakku dan menafkahi mereka semampu yang kubisa adalah wujud syukurku." itu jawaban yang dituturnya.

Siang itu, aku terpaku saja melihat sosoknya menyeruti kayu.

Sosok yang selalu mengingatkanku untuk terus bersyukur atas apapun pemberian Illahi…apapun.

Foto diambil dari Google

Jumat, 15 Juli 2011

Antara Aku, Lewat Tengah Malam & Salad Buah Yoghurt

Menjelang tengah malam, kantuk belum jua menerpa, namun rasa lapar semakin kuat mencengkeram. Yak !!! Konsentrasiku pun sukses buyar !

Otakku mulai sibuk mengabsen penjaja makanan atau minuman yang kerap lewat, seperti : nasi goreng ”tek tek”, sekoteng, sate padang hingga yang mangkal di dekat rumahku, seperti : penjaja nasi kucing atau penjaja minuman susu jahe hangat. Hmmmm…..

Jika saja tidak ingat akan “dosa – dosa lemak” yang telah menumpuk, jika saja ingin menuruti nafsu keinginan, pastinya kuturuti saja keinginan jajan di tengah malam itu.

Ohhh tapi….. Tidak ! Tidak ! Tidaaak !

Bergegas, aku beranjak keluar kamar dan berjalan mendekati lemari es yang terletak di depan dapur rumah kami, tak jauh dari kamarku. Kuambil dari dalamnya beberapa buah - buahan, lalu dengan kedua tangan sibuk mencengkeram buah – buahan tadi,  perlahan aku melangkah memasuki dapur.

Ketika memasuki ruang ini, dalam hati aku selalu tersenyum sendiri. Hehehe…. Betapa tidak ? Banyak cerita terangkum di sini. Banyak kegaduhan yang kami ciptakan sebagai bagian dari prosesku :  belajar memasak ! Hehehe…..  Seru !!

Dan rasa laparku malam itu, menggerakkan hasratku untuk membuat sesuatu berbahan dasar makanan sehat (paling tidak, kategori sehat menurutku pribadi sih, hehehe)

Kucuci semua bahan yang ada, hingga kurasa bersih, hingga kurasa layak untuk  kumakan. Kupetiki beberapa kuntum buah anggur hijau dan merah, kubelah – belah dan kumasukkan dalam gelas. Begitupun dengan 1 buah apel. Aku cuci dengan air mengalir, hingga betul – betul bersih, kulitnya pun aku kupasi dan dagingnya yang berwarna putih menggoda itu pun kubelah serta kuiris kecil – kecil. Lantas, aku ambil 1 buah jeruk. Kukupas kulitnya, lalu daging buahnya pun aku belah kecil – kecil untuk kumasukkan dalam  gelas saji. Tak lupa, aku berikan beberapa iris agar – agar jeli berwarna merah. Dan terakhir, sebagai sausnya, aku siramkan yoghurt dengan rasa “mix fruit”. Voila !

Selesai membuat Salad Buah Yoghurt, aku berjalan keluar dapur dan menuju ruang makan kami yang letaknya berhadapan dengan dapur. Kuletakkan gelasku di atas meja makan, lalu aku pun duduk. Ketika itu, waktu telah menunjuk pukul 00.41 dini hari. Suasana rumahku begitu hening, karena yang lain telah terlelap pulas. Aku duduk menghadapi gelas Salad Buah Yoghurtku.

Sendiri. Hanya aku & segelas Salad Buah Yoghurt.

Sesaat sebelum mulai menyantapnya, perhatianku terusik akan warna – warni dari dalam gelas. Putihnya apel, berbaur bersama warna merah marun si anggur, berhadapan dengan warna oranye dari daging buah jeruk dan si hijau anggur. Kehadiran warna merah cerah dari agar – agar jeli juga semakin menambah semarak isi gelas…… Terlebih ditutup dengan cairan putih susu dari yoghurt.

Terdiam menatap gelas, aku membayangkan beberapa  peristiwa dalam hidupku. Kadang penuh tawa suka cita diselingi derai air mata. Sekejap ceria, sedetik kemudian dirundung duka. Because, that’s life…..Life is never flat, isn’t it?

Pernah satu ketika, aku mengeluh dan berucap “Ayah….mengapa hidupku terasa berat sekali ?” Dan jawab  Ayah, “Nak, setiap detik peristiwa kehidupan setiap umat manusia menggoreskan warna.  Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila,ungu dan banyak lagi warna.  Taruhlah satu peristiwa membahagiakan sedang menghampiri, maknai itu sebagai sebuah warna “kuning” dan hidup akan bersinar cerah karena “kuning” yang datang. Hidup terasa gemerlap  apik dipandang dengan warna – warni yang cemerlang.

 Di lain kesempatan, bukan warna – warni cerah, namun berganti dengan hitam yang kelam. Hidup pun berubah gelap dan pekat.  Maka, jangan pandangi hidup berdasarkan satu per satu warna saja, terlebih di saat kegelapan sedang menghampiri. Jangan hanya fokus pada warna hitam kehidupan, atau berlama – lama girang menatap warna cerah kehidupan. Pandangi setiap warna yang hadir sebagai satu kesatuan, maka PELANGI-lah yang akan tampak di hidup kita dan yang menurut pandangmu berat, sesungguhnya itu INDAH, Nak !!

Tuhan selalu mencipta segala sesuatu sempurna dan imbang. Habis gelap, pasti akan terbit terang. Kehidupan masa muda akan berganti dengan masa tua. Pun jika saat ini tubuh mengalami satu peristiwa sakit, yakinlah insya Allah suatu saat akan datang obat menuju kesembuhan dan hidup sehat kembali.  Bersama kesulitan selalu ada kemudahan, Nak….itu janji Allah yang telah termaktub di dalam kitab suciNya. Yakini……. J
***

“Oh Ayah…..inikah yang Ayah maksud ? Memandang warna – warni peristiwa di hidupku, seperti saat ini aku tengah memandangi  warna – warni di dalam gelas Salad Buah Yoghurt ? Semarak aneka warna , tampak indah dan menggugah seleraku. …….

Lalu, ketika kucicip….. aneka rasa berpadu satu di lidah diterjemahkan sebagai satu sensasi LEZAT! oleh otakku.


Di sini, di jam ini…..
Antara Aku, Lewat Tengah Malam & Salad Buah Yoghurt




Kamis dinihari
14 Juli 2011, pukul 00:41 WIB

Kamis, 14 Juli 2011

Terinspirasi Darinya, Seorang Penjaja Kerupuk Ikan

“Krupppuk !  kruppuk rasa ikan...kruppppuk gurih… kruppuk lezat… ”

Pukul 09.30 pagi.
Ah! Si Bapak penjaja kerupuk itu lewat depan rumah. Setiap hari suaranya selalu dinanti, dengan nadanya yang khas menjajakan bertumpuk kerupuk di atas pikulannya. 
Untuk satu bungkus kerupuk, isi 10 buah dihargai Rp 5.000. Sedikit lebih mahal memang bila dibanding harga kerupuk sejenis di pasar tradisional. 

Foto diambil dari vendworld.blogspot.com

“Kriyuk !” pada gigitan pertama.
“Renyah dan gurih betul rasanya” 


“Kriyuk ! ” pada gigitan kedua.
“Rasa ikannya terasa sekali”


“Kriyuk…kriyuk !!” pada gigitan-gigitan selanjutnya
Ingatan lantas menerawang. Padanya si Bapak penjaja kerupuk. 


Usianya mungkin sekitar 35 -40 tahun. Secara fisik, tubuhnya tegap dan terlihat sehat. Ia selalu tampak rapi dengan kemeja dimasukkan dalam celana panjangnya. Ikat pinggang tampak melingkari pinggangnya. Untuk sedikit melindunginya dari panas sengatan matahari, atau rintik air hujan, tak lupa ia kenakan sebuah topi. Sebagai sentuhan terakhir, kacamata hitam pun ia kenakan. Trendy sekali si Bapak :-)
Sebuah tiang gantungan baju, ia ubah fungsinya menjadi sebuah tiang penggantung krupuk – krupuk dagangannya. Pada tiang itu, tampak menempel sebuah alat pengeras suara, yang dapat membantunya menjajakan dagangan hingga ia tak perlu berteriak susah payah. 


“Krupppuk ! krupppuk ! kruppuk gurih… kruppuk lezat… rasa ikan” seperti itulah si Bapak menawarkan dagagannya, sambil memanggul tiang tersebut di atas bahunya. Perlahan, setapak demi setapak ia melangkahkan kakinya di tepi jalan, kadang malah terlihat terlalu ke tepi hingga ia dan dagangannya tak jarang terperosok jatuh gara – gara menabrak sebatang pohon. Dalam payahnya, ia kembali bangkit, dibantu beberapa orang yang bersimpati padanya, memanggul kembali dagangannya, mengucapkan terima kasih pada yang telah membantunya, lantas kembali berjalan dan menjaja krupuk – krupuknya sepanjang hari.


Jika ada pembeli memanggil, dengan senyum ia layani sepenuh hati. Saat pembeli menyerahkannya selembar uang Rp 20.000 untuk sebungkus krupuk seharga Rp 5.000, dengan lihai ia kembalikan sisanya Rp 15.000. **Tak kurang dan tak lebih**


Jika waktu shalat memanggil, tak pernah alpa ia langkahkan kaki menuju masjid terdekat. Ia serahkan beberapa menit waktunya untuk khusyuk menunaikan shalat. Setelahnya, sering ia tampak duduk di tangga masjid, mungkin juga sembari beristirahat sejenak, ia jajakan krupuk – krupuk dagangannya pada tiap jamaah yang lewat di hadapannya.


Jika lelah tubuh terasa, dan kantuk mulai menerpa, ia pun tanpa ragu berhenti di emperan sebuah toko atau bank untuk ”numpang” tidur. Beberapa menit kemudian ia sudah tampak pulas tertidur duduk sambil memeluk krupuk – krupuk dagangannya. 
Tiba – tiba saja ia terbangun karena telepon genggam di sakunya bergetar, ternyata ada sebuah pesan singkat yang masuk. Seseorang yang kebetulan sedang duduk di sebelahnya menawarkan bantuan untuk membacakan pesan singkat tersebut. Dengan senyum, si Bapak tuna netra ini berujar, ”Terima kasih...Alhamdulillah hp saya bisa bicara”. Dan betul saja, dengan lihai, ia tampak menekan – nekan tombol di telepon selulernya. Setiap ditekan, maka akan terdengar sebuah suara, dan dari petunjuk suara itulah si Bapak dapat menggunakan ponselnya tanpa kesulitan sedikitpun. Begitu juga saat sebuah suara terdengar dari ponselnya, sebuah suara menyuarakan pesan singkatnya.

***


Lamunanku buyar, seiring dengan habisnya sebuah krupuk yang kumakan.

Dari segigit demi segigit krupuknya, selain gurih dan renyah rasanya, terasa pula SEMANGAT si Bapak. Meski dunianya, maaf, gelap gulita.... meski tak setitik pun cahaya bisa ia lihat...Di balik kacamata hitamnya, dunianya tetap saja berputar, dunia baginya tetap saja indah, terpancar dari senyum tulus yang senantiasa tersungging di bibirnya. 

Dalam gelap dan hitam dunianya, meski indera penglihatnya tak berfungsi tapi tak membuat mata hatinya mati karena ia memang tak pernah membiarkannya untuk mati. Ia selalu ingat AllahSWT, Tuhan Sang Maha Pencipta. 



Gambar diambil dari m.ngerumpi.com

Hari demi hari, ia lalui tanpa alpa bekerja. Terus dan terus menawarkan krupuknya, dengan langkah yang tak pernah terlihat ragu, ia terus berjuang karena baginya hidup adalah ibadah, harus diwarnai dengan perjuangan. Begitulah ia, bahkan untuk melangkah satu tapak pun baginya adalah perjuangan, menapak dalam gulita sambil memanggul tiang dengan krupuk - krupuk bergelantungan yang bebannya juga pasti cukup berat, resiko jatuh atau tertabrak pun tak gentar ia hadapi, tapi toh tak buyarkan niatnya untuk terus memperjuangkan sesuap nasi karena baginya tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. 

Untuk perjuangan yang penuh SEMANGAT itu....sungguh, aku salut !!