Kamis, 23 Februari 2012

Hampa

Menulis apa saya ini ?

Entahlah...

Saya hanya ingin mengisi lembar putih ini dengan tak membiarkannya kosong atau hampa.

- Saya benci kehampaan -

Foto diambil dari Google



Karena dalam hampa ada sendiri, dan sendiri itu bermakna sepi. Di dalam sepi akan ada sedih menghantui.

Hmmm... Benarkah ?

Harusnya kehampaan itu tak melulu ditafsirkan sebagai sepi – sedih – sendiri. Meski tak selalu, namun tak jarang pula buah karya tercipta melalui ruang sendiri. Novel “Perahu Kertas” karangan Dewi “Dee” Lestari, misalnya. Bahkan Dee, Sang Penulisnya, sebagaimana ia ceritakan di dalam Journal of a 55-Days Novel,  menyengajakan diri menyewa sebuah kamar hanya agar ia bisa fokus menyendiri “melayarkan” Perahu Kertas – nya itu. 

***

“Tik tok ! Tik tok ! Tik tok !” terdengar detak jarum jam di samping meja tulis.

Saya meliriknya, menyusul pula pada benda – benda lain di kamar tempat saya berada ini.

Hmm, sebenarnya saya tidak benar – benar sendiri. Di sekeliling, masih ada benda – benda padat seperti : meja tempat saya menulis, kursi tempat saya duduk, hingga komputer tempat saya mengetikkan uneg – uneg ini. Belum lagi lemari, tempat tidur dengan isi yang memenuhinya, tirai dan ah iya... Jendela !

Masih ada lagi benda cair di kamar ini : air minum dalam gelas hijau saya, cairan pewangi pakaian,  cairan obat – obatan, cairan obat nyamuk, cairan cologne,  dan entah apalagi yang belum saya sebut.

Saya pun diselubungi oleh materi gas berupa gas Oksigen yang kapan saja bebas saya hirup tanpa batas.

Semua benda : padat, cair dan gas ini, masing – masing tersusun oleh partikel – partikel hingga yang terkecil sekalipun disebut atom.

Aa’- Aa’ yang sering muncul di televisi itu kerap menyebutkan firman Allah SWT dalam kitab Al Qur’an yang berbunyi : “Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun. (QS Al Isra’ : 44)”

Hanya saja saya tak mampu melihatnya, tapi saya yakin bahwa kesendirian saya sebenarnya berteman partikel – partikel benda di sekeliling saya yang tak pernah henti bertasbih menyebut asma Allah SWT.

Allah SWT !

Satu nama yang jarang saya sebut akhir – akhir ini.

Pantas saja saya merasa sepi – sedih – sendiri di dalam hampa ini !

Saya lupa.

Bahwa sejatinya Allah itu dekat, tak kemana.

Foto diambil dari Google




Bahkan lebih dekat dari urat nadi sekalipun.




Dalam hampa yang tak lagi sepi - sedih - sendiri,
Love,
Fifi Carmelia

Sabtu, 11 Februari 2012

My Complains

Halo semua...:)

Apakabar ? Semoga selalu dalam keadaan baik & menyenangkan. Aamiin..

Kali ini saya menulis karena saya ingin mengeluarkan uneg – uneg :  “Saya ingin mengeluh!”.

Ngga boleh ?

Wah, tapi  rasanya engga enak kalo saya pendam terus...

Hmm..begini aja deh...

Ijinkan saya mengeluh sedikiiiit aja, dan Anda saya perbolehkan membaca keluhan – keluhan saya.

Bagaimana ?

Deal ya ? Ya ? Ya ?

OK... Deal !

Saya mulai ya......

Dear Pembaca,
Pada saat saya menulis ini, saya jenuh.
Saya jenuh untuk selalu minum obat – obatan saya dan pergi berobat, toh saya juga masih belum bisa naik sepeda.

Saya bosan.
Untuk setiap pagi mesti bangun dari tempat tidur dengan sendi jemari yang bengkak, sendi kaki yang kaku dan saya mesti pula melangkah membasuh tubuh  saya di kamar mandi yang terasa dingin, padahal selimut tebal di tempat tidur terlihat begitu nyaman menggoda.

Saya sedih.
Tiap kali mendengar kabar seorang atau kadang beberapa orang sekaligus sahabat saya pergi tanpa pamit untuk menghadap “Bos Besar” selama – lamanya.

Saya muak.
Tersadar bahwa begitu banyak impian yang masih teronggok saja dalam kotak impian, belum juga berujud nyata.

Dan kini...
Dengan rasa malas saya mengambil butir demi butir obat dari dalam kantung obat lalu memasukkannya ke dalam kotak obat harian.

Saya hitungi jumlahnya, kira – kira belasan butir per hari yang mesti saya konsumsi.  Belum lagi rasanya yang pahit, aduhai !

Dan yang paling menyebalkan adalah saat mesti berurusan dengan efek samping yang ditimbulkannya. Rasa mual, wajah membulat bagai bulan purnama atau rambut rontok saja hanyalah efeknya teringan.  Masih ada lagi resiko kebutaan hingga infertilitas sekalipun sebagai efek sampingnya yang terberat.

Yah, bagaimanapun juga ini adalah obat – obatan kimia. Side effect  akan muncul bila obat dikonsumsi dalam dosis dan jangka waktu tertentu , itupun tergantung reaksi tubuh tiap individu.

Kawan...
Saya tak punya pilihan lain, saya mesti mengkonsumsinya jika tak mau tubuh ini hanya terus berbaring saja di tempat tidur. Saya mesti  berkompromi dengan obat – obat ini jika tak mau Lupus di tubuh saya mengamuk dan mengacak – acak ketentraman jaringan sehat di dalam tubuh saya.
Baiklah, saya lanjutkan lagi keluh saya. Masih belum puas rasanya.

Saya...hmmmm....

Tunggu !

Mbak Sunarsih.....apakabarnya Mbak Sunarsih ?

Ahh, tiba – tiba nama ini melintas di benak. Saya teringat Beliau, Beliau yang kini telah menyandang status Almarhumah (semoga Allah SWT senantiasa melapangkan kuburnya, aamiin).

Detik – detik terakhir kepergiannya beberapa tahun lalu, Lupus mengamuk di tubuhnya. Beliau sakit, namun tidak punya uang untuk berobat.

#(saya menggarisbawahi kalimat terakhir di atas, keluhan – keluhan saya mundur selangkah)

 Semua badannya sudah membengkak, matanya pun buta Kawan. Betapa susahnya ....
Dan suaminya....suaminya tetap ada di sampingnya, tak pergi kemana – mana. Bahkan rela tidur di lantai bangsal sebuah rumah sakit hanya beralaskan kertas koran saja, menunggui istrinya. Berharap sebuah keajaiban muncul, lalu istrinya seketika sembuh total dan mengajaknya kembali pulang ke rumah mereka.  Hmm, sayangnya, istrinya memang betul – betul pulang, tapi pulang ke pangkuan Illahi.

#(keluhan – keluhan saya mundur lagi selangkah).

Di lain kesempatan, saya juga teringat dengannya. Ia yang pernah saya temui di sebuah rumah sakit. Datang ke sana sudah dalam keadaan lemah sekali, tak kuat berjalan. Tubuhnya kurus kering, rambutnya tipis hingga nyaris botak. Di sekujur kulit nampak bercak – bercak kemerahan. Sulit saya terka berapa usianya, yang pasti sakit Lupus yang ia derita membuatnya tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Seolah merasa tak percaya diri, atau malu, entahlah, ia terus saja menunduk, menatap kosong pada lantai rumah sakit, dari atas kursi roda tempatnya duduk.
Waktu itu, ia datang ke sana diantar suami dan dua orang tetangga. Mujur, ia masih mujur karena ada tetangganya yang tergerak untuk membawanya ke rumah sakit, segera. Terlambat sedikit saja, entah apa yang akan terjadi pada dirinya. Ketika ditanya , adakah ia pernah berobat selama ini ?
Jawabnya  dengan suara lemah : “Boro – boro berobat... kalo ada uang mah mending buat beli makan saya sekeluarga...”
Begitu.

#(keluhan – keluhan saya semakin mundur menjauh)
***

Saya perhatikan dengan seksama butir – butir aneka warna dalam kotak obat. Hmm, yeaahh...Saya mungkin sedang membencinya saat ini. Ibarat kekasih, kalau bisa saya pasti akan minta ‘putus’ saja dengannya. Saya jenuh, seperti yang saya katakan tadi.

Tapi...
Bahwa ada seseorang (banyak bahkan), di luar sana, dimana minum obat bagi mereka adalah seperti sebuah impian.
Jika saya memimpikan sebuah iPad sebagai hadiah kejutan bagi saya, misalnya,  maka bagi mereka, bisa membeli obat – obatan, meminumnya secara rutin sehingga sakit yang mereka rasakan hilang dan mereka bisa beraktivitas normal mempersembahkan sesuatu untuk keluarga, adalah impian yang masih menjadi wishlist,  entah kapan itu bisa mewujud.

 



“Saya ingin kembali menjalin hubungan dengan obat – obatan saya !”, demikian saya putuskan.

#(menendang jauh setiap keluhan yang berusaha muncul)
 #berhenti mengeluh. Belajar, belajar, belajar bersyukur. 



Love,
Fifi Carmelia





Kamis, 12 Januari 2012

Selamat Jalan Sahabat...

Di atas ini adalah foto saya diantara para Sahabat Odapus dalam salah satu acara rangkaian kegiatan peringatan Hari Lupus Dunia  tahun lalu. Teman - teman tahu apa itu Odapus ? Adalah singkatan dari Orang Dengan Penyakit Lupus.  Sedikit info, Lupus adalah sejenis penyakit autoimun dimana antibodi penderitanya diproduksi tubuh secara berlebih dan bekerja salah. Jika seharusnya fungsi antibodi ini adalah untuk menggempur pasukan virus, kuman dan bakteri yang masuk namun ia justru menyerang jaringan tubuh yang sehat dari penderitanya.

Pagi tadi ketika saya sedang menemani suami pergi ke suatu tempat, sebuah pesan singkat masuk ke telepon genggam saya. Diawali dengan : “Innaalillaahi wa inna ilaihi roji’un” (hati saya selalu berdesir jika membaca sebuah pesan singkat yang masuk diawali dengan kalimat istirja’ ini, karena pasti saya akan membaca sebuah berita buruk).

Benar saja ! Saya baca lebih lanjut lagi :

“Saya mewakili keluarga meminta maaf apabila ada kesalahan mba Sri Khurniatun selama hidupnya...”

Innaalillaahi wa inna ilaihi roji’un.
Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kita akan kembali kepadaNya.

Lagi, lagi dan lagi, saya kehilangan salah seorang Sahabat Odapus saya yang meninggal setelah berjuang selama kurang lebih 1 tahun melawan penyakit Lupus yang dideritanya.

Lupus, atau juga dikenal dengan Systemic Lupus Erythematosus jika tidak terkontrol bisa jadi seganas penyakit kanker, jantung bahkan HIV/AIDS.  Seperti yang telah saya sebut diawal, bahwa Lupus menyerang jaringan tubuh yang sehat dari penderitanya, maka bagian tubuh yang diserang adalah sistemik (keseluruhan), bisa mengenai : darah, kulit, mata, hingga organ – organ vital seperti : ginjal, paru – paru, jantung hingga ke otak.

Mba Sri Khurniatun meninggal dunia karena Lupus telah menyerang organ vital Beliau yaitu : jantung dan paru – paru.
Terakhir saya bertemu Beliau pada pertengahan tahun lalu, sekitar bulan Juni 2011. Kami bahkan sempat mengobrol di ruang sekretariat Yayasan Lupus Indonesia yang menempati salah satu ruang di RS Kramat 128, Jakarta Pusat. Ketika itu Beliau yang baru saja mengundurkan diri dari profesinya sebagai dosen di salah satu universitas di Jakarta karena alasan kesehatannya hendak pamit karena Beliau akan pulang kembali ke kampung halaman orang tuanya yakni di Kebumen.  Beliau menyimpan satu harapan bahwa saat telah berkumpul kembali dengan keluarganya, ia akan merasa lebih tenang sehingga Lupusnya bisa cepat ‘tidur’, jika Lupusnya sudah bisa ‘ditidurkan’, maka ia juga berharap akan lebih banyak lagi aktivitas bermanfaat yang bisa ia kerjakan, tentunya aktivitas yang tak hanya bermanfaat bagi dirinya pribadi tapi juga bagi masyarakat banyak. Tapi bukan Mba Sri namanya jika Beliau hanya duduk diam. Kabar terakhir yang saya dengar, Beliau bahkan telah berhasil mendirikan sebuah perusahaan konsultan keuangan di daerahnya. Dan saat – saat terakhir kepergiannya, Beliau sebenarnya sedang dalam proses menulis sebuah buku (lagi) untuk diterbitkan.

Berikut beberapa karya Almarhumah Sri Khurniatun, bisa Anda klik di blog Beliau : Curhatnya Keuangan Pribadi & Usaha Kecil atau jika ada yang berminat memiliki buku buah karya Beliau bisa Anda lihat sinopsisnya di :  Bukabuku.

Hebat ! Buat saya Beliau Hebat !

Sementara saya sering mengeluhkan hal – hal sepele dalam hidup, tapi Almarhumah bahkan dengan penyakit Lupus yang dideritanya terus saja melangkah maju, berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kebaikan sesama.  :) #empat jempol untuk Almarhumah
***
Saya pun kembali memandangi foto saya bersama Sahabat - sahabat Odapus. Tanpa sadar airmata menitik, setangkup rasa haru dan rindu berbaur menjadi satu menyelimuti kalbu. Personil dalam foto tersebut tak lagi lengkap. Beberapa diantaranya telah pergi dan tak akan pernah kembali lagi. Kepergian mereka mewariskan amanat SEMANGAT bagi kami, sahabat yang ditinggalkan. Bahwa kami mesti lanjut meneruskan hidup kami. Bahwa sebesar apapun badai menerpa, senyum tak boleh hilang dari wajah kami, sekuat kami menegakkan kepala dan menguatkan kaki – kaki kami untuk terus menapak.  Memang, tak semudah menuliskannya. Toh, pada kenyataannya  airmata ini tetap saja menitik dan kadang ingin hati berteriak protes “mengapa senyum mesti tetap tersungging bahkan di saat keadaan tersulit sekalipun ?”

Ahh...jika ingat mereka yang telah tiada...

... jika ingat apa yang telah mereka ajarkan pada kami...
***

Harapan demi harapan terus tumbuh, seiring keinginan kami  kelak semoga akan ada satu obat mujarab dengan harga ringan yang dapat dijangkau semua penderita Lupus untuk dapat menangkal kekejamannya, agar tak lagi dan lagi korban berjatuhan setiap harinya.
Semoga...
Selamat jalan Sahabat – sahabat hebatku...
***

Teman...
Jika saja ada di sekeliling Anda yang Anda ketahui menderita Lupus dan Anda tergerak untuk mencarikan informasi lebih lanjut seputar penyakit ini, silakan klik alamat website berikut : Yayasan Lupus Indonesia
Bantu kami memasyarakatkan pengetahuan dan informasi tentang penyakit Lupus, agar tak ada lagi kata : T E R L A M B A T , karena pada saat Anda tengah duduk manis membaca tulisan ini, tanpa Anda sadari ada sekian banyak teman yang tengah memperjuangkan hidup mereka melawan penyakit Lupus.
... dan Teman,  T E R I M A K A S I H.
Bahkan untuk waktu yang telah Anda luangkan untuk membaca tulisan ini sekali lagi saya ucapkan : T E R I M A K A S I H

With Love,
#Under My Starlight

Selasa, 10 Januari 2012

Kepada Bintang


Bintang, 

Tahukah kau mimpi apa aku beberapa malam yang lalu ?  Kau pasti terkejut.... Iya ! Aku mimpi berlari ! Berlari dan berlari, kukitari stadion hingga berkali – kali. Entahlah, sepertinya aku sedang mengikuti satu kompetisi. Teramat jauh, tampak rival – rivalku telah mendahului.  Di depan sana. Jauh sekali....... Namun, aku terus saja berlari .  Wasit dan para penonton berteriak – teriak : “Waktu telah habis ! Waktu telah habis !”, aku tak peduli. Pun, tak kuhiraukan tanah basah yang licin dan melengketi sepatuku. Bahagianya tak terkira.   Berlari dengan kecepatan tinggi. Seolah setelahnya aku bisa terbang menyusulmu menuju cakrawala. Aku dan sepatu lariku.

Keep Smiling, Keep Shining
FC

Senin, 02 Januari 2012

Ini Aku atau Keledai ?


Pukul 21.04
Aku sedang sendirian di kamar. Tepatnya di pojok ruang, menghadapi layar komputer yang kursornya tak henti berkedip seolah ingin terus menyemangatiku untuk mengetikkan kata – kata. “Ayo ! Ayo!” mungkin seperti itulah sang kursor akan berteriak apabila ia bisa bicara. Sayangnya tidak. Ruang kamarku tetap saja senyap. Yang kudengar hanya desingan mesin kipas angin yang sedang bekerja memutar baling – baling menghasilkan, tentu saja,  angin. Atau sesekali suara cicak berdecak dari atas tembok kamarku. Sayup, kudengar pula suara hewan tokek seolah sedang sibuk menyapa malam. Hawa dingin menyusup dari balik kisi – kisi jendela terasa sejuk di kulitku. Hening ini begitu menginspirasi.

Beberapa hari yang lalu, sepupuku bertandang ke rumah orang tuaku. Ia datang bersama suami, ibunda nya tercinta (yakni budhe-ku) dan salah seorang anaknya. Kami melepas rindu dan bercengkrama bersama, maklum kami jarang sekali bertemu. Dalam setahun frekuensi pertemuan kami bisa dihitung dengan jari. Di tengah obrolan, tanpa sengaja mataku tertumbuk pada dua buah buku yang diletakkan di meja sudut ruang tamu. Spontan aku bertanya : “Buku siapa itu?”. “Buku saya...” jawab Mas Aji, suami sepupuku. Aku segera beranjak menghampiri meja tempat kedua buku itu diletakkan, begitu semangatnya hingga aku lupa meminta ijin terlebih dahulu pada sang pemilik bahwa bukunya hendak aku lihat..... (kebiasaan buruk, hehehe...).

Buku pertama berjudul : Notes From Qatar by : Muhammad Assad. Buku ini berisi kumpulan tulisan Muhammad Assad yang biasa dicantumkan di blognya : www.muhammadassad.wordpress.com. (mau blogwalking dulu ahh sebelum baca bukunya...hehehe).  Sementara buku kedua yang langsung menarik perhatianku berjudul : Indonesia Mengajar. Kenapa aku tertarik ? Karena sebelumnya aku pernah menyaksikan salah satu episode KickAndy menayangkan kisah para pengajar muda yang ditempatkan di beberapa pelosok Indonesia. Begitu inspiratif !

Masih asyik kumembolak – balik halaman salah satu bukunya, tiba – tiba saja Mas Aji berujar : “Kamu nulis lagi dong, Fi....”.

Aku sedikit terhenyak mendengar perkataannya. Teringat bahwa memang telah cukup lama aku tak lagi tampak fokus dan serius menarikan jemari di atas papan keyboard komputer. Jikapun komputer kunyalakan, itu adalah karena aku hendak mendengarkan musik melalui koleksi MP3 yang tersimpan dalam memori komputer, atau online bergabung dalam situs jejaring sosial facebook untuk sejenak melihat kabar teman – teman, melepas rindu atau sekedar ber – haha – hihi dengan mereka.

Tapi untuk menulis :  t i d a k   p e r n a h.

Selain karena “sok sibuknya” aku belakangan ini (padahal toh tak ada kesibukan, hehehe...), seperti yang telah kusebut di awal, inspirasi seolah pergi entah kemana. Berkali – kali telah aku coba duduk manis di depan komputer menyerahkan dan menyiapkan diri untuk menulis, tapi nyatanya selalu berakhir nihil. Layar putih di hadapanku tetap saja bersih.

Bahkan untuk mengisahkan kejadian sehari – haripun tak mudah ternyata.

Lalu terduduklah aku di sini. Jarum jam telah beranjak menunjukkan pukul 22.43 WIB. Berarti  telah lebih dari 60 menit aku anteng di depan komputer dan hingga kalimat ini berakhir pada sebuah ‘tanda seru’, aku telah berhasil merangkai sebanyak 504  kata !
Horeeeeeeeeeeeeeee.... !!

Suatu kemajuan bagiku, melihat jumlahnya yang cukup banyak & mengingat hasil yang kudapat selama ini dari (berusaha) menulis lagi, yaitu : nihil.
Ahh, (lagi - lagi) kupahami bahwa ternyata, untuk menulis tak cuma dibutuhkan inspirasi, rasa cinta, sarana menulis, suasana yang kondusif, bla bla, bla dan bla namun ternyata juga dibutuhkan sepenggal kalimat.

Sepenggal kalimat ?

Iya....

Sepenggal kalimat yang (akhirnya) mampu menelurkan sebuah keputusan : “Baiklah, aku akan memulai lagi”

Sepenggal kalimat yang ikut andil dalam terhiasnya layar putih komputer ini dengan tebaran kata beraneka makna. (Tanpa jelas maksud & tujuannya, hehehe)

Sepenggal kalimat yang (akhirnya lagi) berhasil memaksa inspirasi untuk muncul ke pojok ruang tempat bertenggernya aku di atas kursiku hingga bahkan mampu menggerakkan jemari mengetikkan apa yang terpikir di benak.

Sepenggal kalimat senada : “Kamu nulis lagi dong, Fi...”

Sepenggal kalimat yang bermakna : m o t i v a s i.

Hihihihi....lucu ! Karena jika dipikir, aku ini kok jadi seperti keledai yang harus menunggu dipukul dulu baru ia akan bergerak. Atau seperti juga kipas angin di kamarku, yang mesti ditekan tombol “ON” baru ia akan menyala... hehehe
Yah, tapi memang kenyataannya demikian.
Aku memang mesti ‘dipukul’ dulu oleh sesuatu bernama : “motivasi”

Jika boleh meminjam arti motivasi itu sendiri dari Abraham Maslow (nyontek tante Wiki, hehehe), bahwa motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Bahwa dalam kasus ini, alasanku ingin kembali menulis adalah adanya dorongan dari kalimat : “Kamu nulis lagi dong, Fi...”. Setidaknya aku tahu bahwa catatan kecilku ada juga yang membaca (melegakan hatiku, hehehe) dan bahwa ada seseorang yang menungguku untuk berkarya maka aku ingin kembali menulis.

Lebih tepatnya, belajar menulis.  

foto diambil dari Google


Sekian & terimakasih
*Pojok Ruang Fi

Sabtu, 24 September 2011

Tentang Buku "Long Distance Friendship"

Siang itu, aku sedang asyik berkutat diantara seikat daun bayam, sebatang jagung, seplastik tahu putih mentah,  bersiung – siung bawang merah dan bawang putih dalam dapur mungil rumah orang tuaku,tiba – tiba Nika, asisten kami menyeruku : “Mbak……ada kiriman”

Pisau dapur lantas kuletakkan begitu saja di atas meja. Berdiri lalu kuhampiri Nika yang tengah berjalan dari arah ruang tamu sembari membawa sebuah kardus kecil yang tampak lumayan berbobot.

“Dari siapa mba ?”

Melihat mataku yang tengah sibuk membaca nama pengirimnya, Nika lantas tak menjawab tanyaku.
Kubaca tulisan dengan spidol warna hitam di salah satu sisi kardus tersebut. Pengirim : Abrar Rifai.

“Alhamdulillaah…. ! ” Spontan aku berseru.

Aku memang telah lama menanti datangnya kiriman ini.  Pekerjaan di dapur kulupakan sejenak. Segera kuambil alih kardus dari tangan Nika, dan bergegas menuju kamar. Kuletakkan kardus tersebut di atas tempat tidurku. Dengan bantuan sebuah gunting, perlahan kubuka bungkusan kardus itu dan………. TADAA !

“Alhamdulillaah…….ini nih hadiah yang dijanjikan untukku beberapa waktu lalu : 6 buah buku !” aku berseru girang dalam hati. Dan diantara ke – 6 buah buku tersebut, mataku langsung saja tertuju pada sebuah buku yang saat kubaca judulnya, hatiku kontan berdesir : “Long Distance Friendship, Abrar, Fiani, dkk”


“Alhamdulillaah…..” dengan mata berkaca – kaca kuambil buku itu. Perlahan sekali kubuka sampul plastik yang masih membungkusnya dengan begitu rapat. “369 halaman…..hmm, tebal juga” gumamku sendiri.
Kubuka halaman demi halamannya, hingga tiba pada halaman pengantar :

Bilakah keindahan rasa ini akan sampai
Sedangkan jarak memisah raga
Namun kebutaan cinta pada jauhnya kita
Menampik setiap ragu tuk terus menyayangmu
Sejauh jiwaku memandang
Maka kutemukan nyaman di ruang ini
Meski belum sanggup kucapai ruang dekapmu
Namun peduliku pada ranah cinta kita
Menyisa asa untuk terus melukis doa di dinding langit
Sepucuk pinta bagi sebuah jumpa
Hingga dapat kucurah kata meski diam
Dan mampu kuraih jabatmu
Dan kutemukan dunia lain di wujud senyummu
Kepada manusia… yang terus kucinta…
Sahabatku Fillah…
Kejabaiban rasa ini …memenjaraku bersama senandung doaku
Duhai kau, kecantikan hati yang membelengguku
Izinkan kusanding kesederhanaannmu, dengan kebiasaanku yang sangat biasa….
(dikutip dari Long Distance Friendship, Abrar, Fiani, dkk, halaman iii, bab Pengantar)

“Hikssss…kutipan itu menerbangkan lamunanku padamu Mba…” ujarku dalam hati.

Lagi, kubuka satu per satu halaman buku itu. Sebenarnya segera ingin kuluangkan waktu berbaring di atas sofa atau tempat tidur di kamarku melahap habis setiap kisah indah yang termuat di dalamnya. Sayangnya, aku masih memiliki tugas yang menantiku dengan sabar di dapur : memasak untuk keluarga....hmmm..lebih tepatnya sih : belajar masak demi keluarga...hehe

Baiklah, apa boleh buat……..

Tapi paling tidak, ijinkan aku sejenak saja mengintip tulisan kecil yang termuat di buku ini.

Dengan sedikit tak sabar terus kutelusuri halaman per halamannya, hingga ketika tiba pada halaman 162 dan kubaca judul ini : “Tuhan, Aku Mencintainya Karena Mu”

Mataku berkaca – kaca sambil kubisikkan sebuah nama perlahan : “Mba Betris…..ada kisah kita termuat di dalamnya.”

Entah mengapa, namun pada pertengahan Februari lalu, hanya nama itu yang terlintas di benakku saat seorang kawan menawariku ikut lomba menulis bertema “Long Distance Friendship (LDF)”. Tema yang kemudian juga diangkat menjadi judul buku yang Alhamdulillaah kini telah diterbitkan oleh penerbit Leutika Prio.

Aku teringat, saat di bulan Februari, ketika waktuku tak banyak untuk menyelesaikan kisah LDF yang beberapa saat lagi habis masa tenggatnya kala itu, semangat itu lagi – lagi mendorongku untuk segera menyelesaikan kisah ini. Hingga, meski aku sempat nyaris tak tidur pula semalaman…. Alhamdulillaah…..aku berhasil menyelesaikannya. Kutunaikan pula persyaratannya untuk memberi tautan pada 30 orang teman di ranah facebook termasuk kepada dua orang juri-nya : Bapak Abrar Rifai & Ibu Fiani Gee.

“Alhamdulillaah…..Done! selesai tugasku”  demikian ujarku kala itu.

Sedikitpun tak ada niat untukku menjadi pemenang. Yang kumau hanya satu, yakni menyuarakan kisah kami pada dunia, atau minimal aku hendak membingkainya dalam sebuah prasasti meski berbentuk selembar saja tulisan sederhana agar ke-4 buah hati sahabatku bisa turut membaca betapa hebat ibu mereka bagi seorang sahabatnya, yakni aku.

Siapa yang menyangka, bahwa pada hari ke-23 di bulan Maret 2011, pada pukul 19.50 malam aku membaca pengumuman yang ditautkan pada dinding beranda facebook-ku :”Pemenang LDF” dan “Alhamdulillaah, namaku berada di urutan pertama!” Mataku berkaca – kaca, hatiku bergetar dan kedua tanganku gemetar. Seolah tak percaya, namun inilah kenyataan.  “Alhamdulillaah….terimakasih ya Rabb.”

 Kubayangkan pula dirinya sedang tersenyum nun jauh di sana…

Airmata sontak meleleh, teringatku akan kisah kami…..sepenggal kisah yang termuat dalam buku antologi : Long Distance Friendship. Selembar kisah yang mengukirkan betapa : “menjadi temanmu adalah indah, Mba Betrianis."
Harapan sama yang semoga pula mewarnai hati setiap yang membaca kisah demi kisah dalam buku ini bahwa persahabatan, bahkan yang terjadi di dunia maya sekalipun bisa terasa demikian indahnya”
***

“Mba…itu bayamnya mau dipetikin kan ?” Suara Nika membuyarkan lamunanku.
Ahh iya…aku masih ada tugas menanti di dapur.
“Iya Mba….sebentar ya….” Bergegas kututup halaman buku, lalu kuletakkan bersama ke-5 buku lainnya di atas meja di kamarku. Aku menuju dapur, kembali pada proyekku semula : belajar memasak Bening Bayam Jagung dan Tahu Memar. Tapi kini dengan percikan semangat baru, sepercik semangat yang tak pernah padam darinya mendiang sahabat : almarhumah Betrianis
***

Ingin membaca kisah selengkapnya ?

Hiyuk silakan pesan :
Judul Buku : Long Distance Friendship
Penulis : Abrar, Fiani, dkk
Tebal : 366 hlmn
Harga : Rp 67.700
ISBN : 978-602-225-014 - 2
Penerbit : Leutika Publisher Dua

Sinopsis :
Buku ini memuat kisah - kisah nyata persahabatan di dunia maya. Persahabatan yang terasa nyata, walau tak pernah bersua secara wujud dalam kenyataan. Banyak orang yang menganggap bahwa pertemanan di internet melalui situs jejaring sosial seperti FB, Twitter, Multiply dan lainnya, hanyalah pertemanan semu yang tak pernah akan menjadi nyata dalam kehidupan.

Buku ini menjawab ketidakyakinan tersebut. Betapa para penulis dlm buku ini menceritakan tentang keakraban mereka dengan teman - teman mayanya. Berbagai kemanfaatan mereka dapat dari teman – teman yang hanya bisa mereka lihat di layar komputer, silaturahim lewat status, tweet atau ngobrol di ruang chat. Saling mengirim hadiah, menasihati satu sama lain, memadu kasih, bahkan ada yang sampai mengubah keyakinan beragamanya. Setiap alur menjadi bukti pertemanan mereka. Tiap tulisan telah mengungkapkan bahwa satu nama, telah menempati satu hati nun jauh di luar kota, pulau, bahkan luar negeri. Membuat setiap cerita menjadi luar biasa.

Penasaran???

Ayo silakan pesan ! :-)

Buku ini bisa dipesan sekarang via website : www.leutikaprio.com, atau inbox di FB Leutika Publisher Dua dengan subjek : PESAN BUKU, atau bisa juga SMS ke 0821 38 388 988. Untuk pembelian minimal Rp 90.000, GRATIS ONGKIR SELURUH INDONESIA.

Kamis, 21 Juli 2011

I Love You...


Pernahkah Anda bereksperimen dengan 3 kata I-LOVE-YOU ini pada pasangan Anda ? 
(Haduuh, sebetulnya, aku kurang suka dengan kata "bereksperimen" di atas, seolah pasangan kita adalah kelinci percobaan. Tapi, sungguh deh, aku gak tahu lagi padanan kata lain yang sesuai untuk mengungkapkannya.......dan sungguh, bukan...bukan maksudku untuk menjadikan pasangan kita sebagai kelinci percobaan)

 Hanya saja aku ingin bercerita bahwa aku pernah melakukan ini.....

Pada Selasa malam di tahun 2009, pukul 20.30. Ketika aku terbenam dalam kesendirianku di kamar ditemani suara radio kesayanganku, WomanRadio 94.3FM Jakarta dan ketika penyiar favoritku Mas Sigit Risat bersuara “Baiklah para pendengar setia dimanapun Anda berada .. sekarang saatnya saya akan mengajak Anda melakukan sesuatu pada pasangan Anda. Silakan ambil HP Anda dan tunggu beberapa saat hingga saya memberikan aba – aba selanjutnya.”

HP ku kebetulan tergeletak tepat di hadapanku, tapi aku tidak berminat untuk menggenggamnya dan menuruti aba – aba dari sang penyiar hingga kemudian kudengar, “OK … HP kini ada di tangan Anda, Sekarang coba ketikkan “ I LOVE YOU” dan segera kirim SMS tersebut ke pasangan Anda. Tidak perlu Anda tambahkan lagi dengan kata – kata lain. Kaku ? Biarkan saja....Nanti akan kita lihat bersama – sama seberapa dahsyatnya 3 kata itu bagi hubungan Anda dan pasangan.”

Sepertinya menarik juga, demikian hatiku berkata. 

Akhirnya, kuraih HP di atas meja di hadapanku. Kuketikkan kata I LOVE YOU, semuanya dengan huruf besar. “Jika sudah selesai Anda ketikkan, segera kirimkan sms tersebut untuk pasangan Anda.” Demikian suara sang penyiar kembali berujar.

Aku sudah selesai mengetikkan SMSku, segera saja kutekan tombol SEND dan terkirimlah SMS ku ke nomor Suamiku. Belum sampai 5 menit tiba – tiba :

Gambar diambil dari Google


“ Asiiiiiiiiiiiiiiikkkk … I LOVE YOU TOO HONEY !”

Secepat itukah balasannya?

Subhanallah !

Satu menit kemudian, Suamiku bahkan meneleponku balik. Selain sms cinta yang ia balas kirim untukku, ternyata ia juga ungkapkan kata cintanya secara langsung melalui teleponnya !!!

Apa reaksiku ?

Ketika itu aku menangis.

I LOVE YOU yang kukirim, ternyata membuatnya begitu bahagia, aku tahu pasti begitu mendengar nada suaranya. Tiga kata dahsyat tersebut membuatku menitikkan air mata. Seolah tersadar, bahwa selama ini aku - amat -  sangat - jarang mengungkapkan perasaanku pada suami. Setiap detik sms yang kukirim seringnya berbunyi : “Mas tolong ini … Mas, bisa bantu aku enggak ? … Mas tolong itu … Mas keberatan enggak kalo begini … “ Semua sms yang kukirimkan hanyalah berupa P-E-R-M-I-N-T-A-A-N, pun suamiku tak pernah keberatan. Bahkan pernah pula, suatu saat suami meneleponku namun apa yang kukatakan padanya ? “Sebentar ya Sayang, nanti kutelepon lagi, masih tanggung nih !!“ Kemudian kuakhiri telepon darinya, untuk kulanjutkan lagi pekerjaanku kala itu. Ckckckckck...... Setelah waktuku luang, dan kutelepon balik suamiku, tentunya diiringi permintaan maafku padanya, sedikitpun suamiku tak pernah marah padaku.

Waktu itu aku dengar beberapa pendengar mengungkapkan betapa mereka sedih dan kecewa karena pasangan mereka malam itu telah tertidur pulas karena lelah setelah seharian bekerja, sehingga mereka tak tahu bagaimana reaksinya. Bahkan ada salah seorang pendengar yang mendapat reaksi seperti ini dari pasangannya :”Kamu kenapa sih Mam? Kok tumben ngirim mesej I LOVE YOU buat aku. Lagi demam ya badanmu, mau tumbuh gigi kali !!!”. 

Apa yang kudapat dari suamiku harusnya kusyukuri.

Tiga kata “I LOVE YOU” kembali menyadarkan diriku. Hellooo! Alhamdulillaah, ku punya seorang pria setia yang selalu ada di sisiku yang akan merasa teramat bahagia manakala kuucapkan I LOVE YOU untuknya.  Tiga kata dahsyat itu sanggup menyadarkan betapa egoisnya aku selama ini terhadap suamiku, pasangan hidupku. Tiga kata tersebut memang simple, hanya terdiri atas 8 huruf, bila ku ketik 8 huruf tersebut melalui HPku maka tak akan menghabiskan waktu 1 menit, dan bila ku ucap 3 kata tersebut langsung dari bibirku maka tak akan menghabiskan waktu 5 detik. Namun mengapa jarang sekali kuhadiahkan 3 kata tersebut untuk pasangan jiwaku? 

MAAFKAN AKU YA SAYANG......
***